Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

slide to unlock

Messages from admin
#Syukron Jazakallah Telah Berkunjung . O(≧▽≦)O
#Afwan yah, apabila ada kesalahan ~ (ノ ̄д ̄)ノ)
#Mari sama2 kita sokong seluruh Akhwat indonesia untuk jadi muslimah yang HAQ. (✖╭╮✖)
#Semoga Blog ini masih tetap bermanfaat,walaupun kurang menarik. (´・ω・`)
#Maju terus Akhwat Indonesia! ヽ(^▽^)人(^▽^)人(^▽^)ノ

Newest Post

Tahukah pahala menikah itu berlipat ganda ?

| Jumat, 30 November 2012
Baca selengkapnya »
SubhannAllah..Menikah itu adalah
anugrah luar biasa dari ALLaH.

Segala kebaikan yang diperbuat oleh yang menikah pahalanya berlipat ganda daripada yang
blm menikah, (Boleh iri bagi yang tidak nikah).

Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau
perawan)” (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)

Sabda Rasulullah:
" Tiga orang yang memiliki hak atas Allah menolong mereka : seorang yang
berjihad di jalan Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian antara dirinya dengan tuannya) yang menginginkan penunaian dan seorang menikah yang ingin menjaga kehormatannya.”
(HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Abu Hurairoh)

Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahaya mu yang perempuan..


Jika mereka miskin ALLaH akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya..
Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (QS.An Nuur 32)

" Dalam kemaluan mu itu ada
sedekah. "
Sahabat lalu bertanya,
" Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?. "

Rasulullah menjawab,
" Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala. "
(HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

" Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka ALLaH akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang..

Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah
dosa-dosa dari segala jemari keduanya "
(HR.Abu Sa’id)

Rasullulloh bersabda :
Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat
kalian, adalah yang tidak
menikah.. (HR. Bukhari)

Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang..
(HR. Abu Y. dan Thabrani).

Dari Aisyah,
" Nikahilah oleh mu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan
mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu.
(HR.Hakim dan Abu Dawud)

Sahabat fillah..
Jangan pernah terpesona dengan aktivitas pacaran yang menjurus pada zina..

Ingat kan batasan yang diberikan ALLaH di..
QS. Al-Isra: 32,
" Wa laa taqrabuz-zina ". Janganlah berdekatan dengan zina.

Berdekatan saja tak boleh apalagi sampai melakukan.
Na’udzubillahimindzalik

Rasululloh bersabda:
" Nikah itu sunnah ku, barang siapa yang tidak
suka, bukan golongan ku ! " (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).

Maka nikahilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah seorang saja..
(Qs. An Nisaa' (4) : 3).

" Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahaya mu
yang lelaki dan hamba-hamba sahaya mu yang perempuan..

JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas
(pemberianNya) dan Maha
Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).

" Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran
Allah."
(QS. Adz Dzariyaat (51) :49).

Bagi kalian Allah menciptakan
pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu
keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik..
(Qs. An Nahl (16) : 72

Tahukah pahala menikah itu berlipat ganda ?

Posted by : Unknown
Date :Jumat, 30 November 2012
With 0komentar

Lapang Dada Kunci Masuk Surga

|
Baca selengkapnya »




 Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Beliau lalu bersabda:
يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”
Tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari kalangan sahabat Anshar, jenggotnya masih meneteskan bekas air wudhu, sedang tangan kirinya memegang kedua sandalnya.
Keesokan harinya, saat kami sedang duduk-duduk bersama bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau kembali bersabda:
يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”
Tak berapa lama kemudian, laki-laki Anshar yang sama kembali muncul di hadapan kami.
Keesokan harinya, saat kami sedang duduk-duduk bersama bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau kembali bersabda:
يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”
Tak berapa lama kemudian, laki-laki Anshar yang sama kembali muncul di hadapan kami.
dari kalangan sahabat Anshar, jenggotnya masih meneteskan bekas air wudhu, sedang tangan kirinya memegang kedua sandalnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam kemudian berdiri dan kami pun bubar. Pada saat itulah Abdullah bin Amru bin Ash mengikuti laki-laki Anshar yang tiga kali muncul di hadapan kami setelah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.
“Saya sedang terlibat cek-cok dengan ayah saya. Saya telah bersumpah tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika Anda berkenan, saya ingin menginap di rumah Anda selama tiga hari ini.” Kata Abdullah bin Amru, mencari-cari alasan untuk bisa menginap di rumah sahabat Anshar tersebut.
“Ya, silahkan.” Jawab sahabat Anshar tersebut.
Anas bin Malik berkata: “Abdullah bin Amru bin Ash telah menceritakan bahwa ia telah menginap di rumah sahabat Anshar tersebut selama tiga malam. Selama itu, Abdullah bin Amru tidak pernah melihatnya sedikit pun melakukan shalat malam. Jika ia terbangun di waktu malam, ia hanya membolak-balikkan badannya di atas ranjangnya, berdzikir dan bertakbir, kemudian tidur kembali. Ia baru bangun kembali jika waktunya melaksanakan shalat Subuh.”
Abdullah bin Amru berkata, “Hanya saja aku tidak pernah berbicara kecuali hal-hal yang baik. Tiga malam telah berlalu dan aku hampir saja menganggap remeh amal perbuatannya. Maka aku pun menceritakan kepadanya tujuanku.
“Wahai Abdullah (hamba Allah), sebenarnya antara aku dan bapakku tidak ada kemarahan, juga tidak ada hal yang mengharuskanku meninggalkannya. Namun aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda sebanyak tiga kali tentang dirimu:
يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”
Maka engkau muncul sebanyak tiga kali. Oleh karena itu aku ingin tidur di rumahmu agar aku bisa melihat amal perbuatanmu, sehingga aku bisa meneladaninya. Namun aku tidak melihatmu melakukan banyak amal kebajikan. Jika begitu, amalan apa yang menyampaikanmu kepada kedudukan yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tersebut?”
Laki-laki Anshar itu menjawab, “Amal kebaikanku hanyalah amal yang telah engkau lihat. Hanya itu amalku.”
Abdullah bin Amru berkata: “Ketika aku hendak berjalan pulang, tiba-tiba laki-laki Anshar itu memanggilku kembali dan berkata:
مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ
“Amalku hanyalah amal yang telah engkau lihat. Namun di dalam jiwaku sama sekali tidak pernah terbetik rasa ghisy (tidak tulus) terhadap seorang muslim pun, dan aku juga tidak pernah iri kepada seorang pun atas sebuah nikmat yang Allah karuniakan kepadanya.”
Mendengar penuturan tersebut, Abdullah bin Amru berkataku:
هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ
“Inilah sebenarnya amalan yang telah mengantarkanmu kepada kedudukan tersebut. Dan justru inilah amalan yang kami belum sanggup melakukannya.”
(HR. Ahmad no. 12697, Abdur Razzaq no. 20559, Al-Bazzar no. 1981, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 6605, Al-Baghawi no. 3535 dan An-Nasai dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 863. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: Sanadnya shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim)
Di dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam menyebutkan salah seorang sahabatnya yang dijamin masuk surga. Ia memang tidak memiliki amalan istimewa, setidaknya dari penampakan lahiriahnya. Ia tidak banyak melakukan shalat sunah, puasa sunah, sedekah sunah dan amalan-amalan lainnya.
Namun ia memiliki dua amalan batin yang kebanyakan umat Islam tidak mampu melakukannya:
1. Ia bersihkan hatinya dari semua bentuk ghisy (kecurangan, ketidak tulusan) terhadap kaum muslimin.
Ghiys berasal dari kata kerja dasar ( غَشَّ يَغُشُّ غِشًّا ). Imam Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayisil Lughah dan imam Al-Jauhari dalam Ash-Shihah menyatakan makna dari ghasy-sya adalah tidak tulus memberikan nasehat, kebalikan dari memberi nasehat. Imam Al-Fayyumi dalam Al-Mishbah Al-Munir menjelaskan makna kata tersebut adalah tidak memberinya nasehat dan menampakkan kepada orang lain sesuatu yang buruk sebagai sesuatu yang bermanfaat. Pendapat serupa disebutkan oleh imam Ibnu Mandhur dalam Lisanul ‘Arab. Sementara itu imam Al-Murtadha Az-Zubaidi dalam Tajul ‘Arusy Syarh Jawahirul Qamus mengartikan kata tersebut dengan maknaghil, kedengkian dalam hati.
Secara istilah, imam Abdur Rauf Al-Munawi menjelaskan bahwa istilah ghisy berarti mencampurkan antara sesuatu yang baik dengan sesuatu yang buruk. Dalam dunia jual beli, imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kabair menjelaskan bahwa ghisy adalah pemilik barang mengetahui bahwa pada barangnya ada cacat atau kekurangan kemudian ia menutup-nutupi dan tidak menjelaskannya kepada calon pembeli. Padahal seandainya pembeli mengetahui cacat tersebut niscaya ia tidak akan rela membelinya dengan harga yang terlanjur ia bayarkan.
Seperti dijelaskan secara bahasa dan istilah oleh para ulama di atas, ghisy berarti tidak bersikap tulus, tidak bersikap jujur, cenderung memiliki “ganjalan” atau “kedengkian” dalam hati terhadap muslim lainnya. Jika ia memberi saran kepada saudaranya, maka saran tersebut tidak sepenuhnya baik, bahkan cenderung berisi hal-hal yang mestinya tidak dilakukan. Jika ia memberi kritikan, maka tidak ada ketulusan dalam kritik tersebut, lebih bertujuan untuk membongkar kesalahan dan menjatuhkan kehormatan orang yang ia kritik.
Di dalam hatinya ada “ganjalan”, ketidak sukaan, dan kedengkian terhadap orang lain. Ia tidak benar-benar tulus menginginkan orang lain baik dan bahagia. Ia tidak mencintai untuk orang lain hal-hal yang ia cintai untuk dirinya sendiri. Ia tidak membenci untuk orang lain hal-hal yang ia benci untuk dirinya sendiri. Inilah hakekat ghisy.
2. Ia bersihkan hatinya dari semua bentuk hasad (iri hati dan kedengkian) terhadap kaum muslimin.
Hasad adalah tidak suka melihat orang lain mendapatkan kenikmatan sehingga ia menginginkan nikmat itu lenyap dari orang lain tersebut dan beralih kepada dirinya sendiri. Demikian disebutkan oleh imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid Dien dan imam Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat.  Imam Al-Munawi mengatakan: “Hasad adalah menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang yang mendapatkan kenikmatan.” Penjelasan yang serupa diuraikan oleh imam Al-Mawardi dalam Adab Ad-Dunya wa Ad-Din.
Hasad berarti tidak senang hatinya dan tidak kuat matanya melihat orang lain mendapatkan nikmat dari Allah. Ia tidak senang jika orang lain senang. Ia menginginkan kesenangan dan kenikmatan tersebut untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain. Ia tidak bisa bahagia jika orang lain mendapatkan kenikmatan dan kebahagian dari Allah. Ia bahkan berangan-angan kenikmatan tersebut hilang dari orang lain, dan beralih kepada dirinya.
Orang yang hasad adalah orang yang keimanan dan akhlaknya kurang baik. Keimanannya kepada takdir kurang benar, karena ia keberatan, tidak senang dan memendam sikap protes terhadap Allah yang telah mengaruniakan kenikmatan kepada orang lain. Padahal Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana. Akhlaknya kurang baik, karena jiwa persaudaraan dalam jiwanya lemah. Padahal seorang muslim dengan muslim lainnya itu bersaudara. Jika saudaranya senang, maka ia ikut senang. Dan jika saudaranya susah, maka ia ikut susah.
Saudaraku seislam dan seiman
Sahabat Anshar ini memiliki samahatul qalb, kelapangan hati atau salamatul qalb, hati yang bersih dna sehat. Hatinya bersih dari segala bentuk ketidak tulusan dan kedengkian kepada sesama muslim. Tulus dan tidak mendengki kepada sesame muslim adalah amalan hati. Namun dampaknya sangat besar dalam pergaulan seorang muslim dengan kaum muslimin lainnya.
Banyak orang mampu melakukan shalat sunah, puasa sunah, sedekah sunah, atau bahkan haji “sunnah” berulang kali. Namun amat sedikit orang  yang mampu mensucikan jiwanya dari penyakit ganas yang merontokkan keimanan dan akhlak; ghisy dan hasad. Semoga kita bisa meneladani sahabat Anshar dalam hadits di attas yang dijamin surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah terlebih dahulu beriman, dan janganlah Engkau menjadikan dalam hati kami kedengkian kepada orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr [59]: 10)
Wallahu a’lam bish-shawab

Lapang Dada Kunci Masuk Surga

Posted by : Unknown
Date :
With 0komentar

Berdandan ???

| Kamis, 29 November 2012
Baca selengkapnya »

Berdandan adalah hal yang wajar dilakukan oleh wanita, hampir semua wanita tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan berdandan atau merias diri. Merias diri kerap sekali berhubungan dengan kosmetik, seiring perkembangan ilmu kesehatan d
an teknologi, produk-produk kosmetik bagi wanita tidak hanya ditujukan untuk merias diri tetapi juga untuk merawat kesehatan kulit. Bahkan kini, produk kosmetik tidak hanya ditujukan bagi kaum hawa, perusahaan kosmetik sengaja mengeluarkan produk perawatan kulit (kosmetik) dengan kaum pria sebagai target pemasarannya.

Dalam sudut pandang Islam, pada dasarnya aktivitas merias diri tidak dilarang. Malah sebaliknya, hal tersebut dianjurkan kepada para muslimah yang telah menikah untuk senantiasa berpenampilan cantik di depan suami mereka (hanya kepada suami mereka). Namun jika keluar rumah, Islam melarang setiap muslimah untuk berhias diri secara berlebihan.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahawa Nabi saw bersabda;

“Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya.” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Nasaaiy]

Tidak berhias bukan berarti tidak merawat diri, karena itu banyak wanita yang tampak tak memakai riasan wajah, tetapi pada dasarnya mereka memakai produk perawatan untuk menjaga kesehatan kulit, seperti krim wajah, pelembab, lotion, atau bahkan produk pencegah jerawat dan flek hitam. Namun sayangnya, kesadaran akan kehalalan produk kosmetik belum populer dibandingkan dengan tingkat kesadaran akan pentingnya kehalalan makanan yang kita konsumsi.

Padahal mengkonsumsi sesuatu yang haram bisa menghalangi terkabulnya do’a. Rasululullah صلى الله عليه وسلم bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman serupa dengan apa yang diperintahkan kepada para Rasul.” Allah berfirman yang artinya : “Hai para Rasul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan beramalah dengan amalan yang baik.” Firman Allah juga yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman makanlah dari apa-apa yang baik yang telah kami rizkikan kepadamu.” Kemudian Beliau menceritakan seorang laki-laki yang telah lama perjalanannya, rambutnya kusut penuh debu, dia mengangkat kedua tangnnya ke langit dan berdo’a : “Ya Rabb, Ya Rabb! Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan sesuatu yang haram, bagaimana ia akan dikabulkan doa’anya.” [HR.Muslim, 1015].

Walaupun pada dasarnya kosmetik dan produk perawatan tubuh tidak masuk ke dalam tubuh secara langsung, namun 60 persen dari produk perawatan kulit seperti serum atau pelembap tersebut bekerja pada kulit dan masuk ke aliran darah. Apabila produk tersebut mengandung alkohol, gliserin yang berasal dari hewan, atau bahan kimia berbahaya, maka bahan-bahan tersebut akan terserap ke dalam tubuh. Meskipun ada juga yang hanya bersifat melapisi bagian luar kulit, sehingga mungkin tidak terserap ke dalam tubuh, namun perlakuannya tetap sama.

Selain bahan baku yang digunakan, proses quality control, dan peralatan yang terlibat dalam penyusunan produk juga mempengaruhi kualitas dan status halal dari kosmetik dan produk perawatan tubuh.

Memang tidak mudah untuk mengetahui kehalalan suatu produk kosmetik. Bahan-bahan turunan yang digunakan sudah sedemikian kompleks, sehingga selain bahan halal dan nonhalal, ada bahan-bahan yang dikategorikan sebagai mashbooh, atau perlu ditelusur lebih lanjut (questionable).

Bahkan jika kosmetik dibuat dari botanical ingredient, atau bahan dalam kosmetik yang berasal dari tumbuhan (herbs, roots, flowers, fruits, leaves, seeds) yang secara natural adalah halal, belum tentu halal jika telah tercampur dengan enzim dari hewan. Padahal semua bahan turunan dan ekstrak dari binatang yang diharamkan – seperti babi – dapat dipastikan haram karena sifat/jenisnya yang memang diharamkan.

Salah satu bahan yang masih banyak digunakan dalam industri kosmetik adalah plasenta babi. Bahkan bahan-bahan yang berasal dari hewan lain dan turunannya bisa juga tergolong nonhalal, kecuali dari jenis ikan dan lebah. Bukan karena hewannya yang haram, melainkan karena prosesnya (penyembelihan) yang dikhawatirkan tidak sesuai dengan syariah.

Kita harus cerdas dan jeli dalam memahai bahasa penjualan yang digunakan dalam suatu kemasan produk. Produk yang diklaim 100% berasal dari bahan alami, juga tidak menjamin kehalalan produk tersebut, karena ekstrak hewan juga termasuk alami. Terlebih, sekarang produsen kosmetik semakin lihai menggunakan istilah tersembunyi, seperti “protein”, untuk menggantikan “plasenta”.

Berikut ini beberapa nama teknis dan nama paten yang biasa terdapat dalam komposisi kosmetik. Secara umum, bahan-bahan ini dikategorikan mashbooh (perlu ditelusuri lebih lanjut), karena biasanya berasal dari hewan: allantoin (alantoin), asam amino, cholesterol, kolagen, colours/dye, cystine (sistina), elastine, gelatine (gelatin), glycerine (gliserin), hyaluronic acid (asam hialuronat), hydrolysed animal protein, keratin, lanolin, lypids, oleic acid (asam oleat), stearic acid (asam stearat), stearyl alcohol, tallow (lemak hewan), vitamin A.

Bahan lain yang sebaiknya dihindari (telah dinyatakan haram oleh LPOM MUI) adalah Sodium Heparin dan Plasenta. Sodium heparin berasal dari babi, sedangkan plasenta biasanya dari manusia, kambing atau sapi.

namun, hal tersebut tentu bukan alasan bagi para muslimah untuk tak merawat diri. Selain bisa menggunakan perawatan kulit dengan cara alami yang bisa dibuat sendiri di rumah, kita masig bisa menggunakan produk-produk yang beredar di pasaran. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan memastikan bahwa produk tersebut bersertifikasi halal yang dikeluarkan oleh LPOM (Lembaga Pengawas Obat dan Makanan) MUI.

Sayangnya, karena belum meluasnya kesadaran dan kebutuhan konsumen akan kosmetik yang terjamin halal, tidak semua produsen produk kosmetik yang beredar di Indonesia merasa perlu untuk mendaftarkan sertifikasi ini. Kekhawatiran konsumen mengenai kosmetik masih sebatas bahan-bahan yang berbahaya, seperti merkuri, atau paraben. Oleh sebab itu, untuk merek kosmetik yang tidak termasuk dalam daftar halal LPOM, bukan berarti tidak halal. Kita sebagai konsumen yang harus lebih aktif untuk mencermati daftar komposisi produk.

Kita bisa melihat daftar produk kosmetik halal yang telah mendapat sertifikasi LPOM MUI, di situs:http://www.muslimconsumergroup.com/cosmetic.html

Untuk beberapa produk kosmetik dari luar negeri, sertifikasi halal masih tetap menjadi acuan yang bisa kita pegang. Di luar negeri sudah lebih banyak lagi lembaga resmi maupun independen yang menerbitkan dan mempublikasikan sertifikasi halal. Malaysia termasuk negara yang sudah mempunyai lembaga sertifikasi yang established (Standards Malaysia) dan menjadi salah satu acuan internasional.

Di Amerika Serikat, salah satu lembaga sertifikasi yang cukup komprehensif adalah Muslim Consumer Group. MCG telah membuat daftar kategori halal, nonhalal, maupun mashbooh untuk produk-produk makanan dan non makanan termasuk kosmetik yang bisa dijadikan acuan konsumen. Daftar tersebut bisa dilihat di:http://www.muslimconsumergroup.com/cosmetic.html

Meningkatkan pengetahuan tentang kehalalan bahan produk kosmetik bukanlah satu-satunya cara ampuh yang akan menghindarkan kita dari produk kosmetik non halal, karena tidak semua produk mencantumkan secara lengkap komposisi bahan penyusun produk pada label kemasan. Berikut adalah langkah-langkah yang sangat dianjurkan dalam memilih kosmetik yang halal dan aman.

1. Utamakan legalitas produk. Pilihlah produk kosmetik yang legal. Hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kode pendaftaran untuk produk kosmetik lokal adalah CD, sedangkan untuk produk impor memiliki kode CL.

2. Perhatikan daftar komposisi bahan. Bekali diri dengan pengetahuan tentang bahan-bahan kosmetik yang halal, mashbooh, dan nonhalal, setidaknya sebagai langkah awal untuk memilih produk mana yang aman dan halal untuk dipakai. Semakin lengkap komposisi yang dicantumkan, biasanya produk tersebut semakin terpercaya, karena konsumen dengan mudah mencari informasi mengenai bahan tertentu.

3. Pastikan nama dan alamat produsen harus jelas tercantum pada label kemasan yang mengindikasikan mudahnya akses bagi konsumen untuk memperoleh informasi lanjutan mengenai produk bersangkutan.

4. Memastikan produk tersebut bersertifikasi halal dari badan resmi yang mengeluarkan sertifikasi halal (di Indonesia adalah MUI). Paling tidak, ada pihak yang telah melakan riset dan pengawasan akan halalnya produk tersebut.

Karena halal haram bukanlah hal sepele dalam kehidupan sehari-hari kita, maka tentu kehalalan setiap apa yang kita konsumsi menjadi wajib adanya bagi kita ummat islam. Karena itu, tanpa label halal yang terpercaya tentunya tidak serta merta kita bisa menganggapnya halal sekalipun produk tersebut merupakan produk alami. Tentunya, merawat kecantikan dengan cara alami yang berbahan alam dan kita buat sendiri adalah salah satu cara efektif menghindari produk tak jelas dipasaran.

Semoga kita senantiasa menjadikan Islam sebagai standar dalam setiap perbuatan, baik itu dalam hal ibadah, sosial, politik, ekonomi, sekalipun berkaitan tentang belanja. Wallohua’lam.

Berdandan ???

Posted by : Unknown
Date :Kamis, 29 November 2012
With 0komentar

Wahai Para Akhwath , Apa Lagi yang Menghalangimu untuk Berjilbab?

|
Baca selengkapnya »










Belajarlah Mencintai Jilbabmu
Duhai jilbab yang masih terlipat,
jadilah perisai dan tabir untuk diriku,
Mengukir simbol kehormatan dan kesucianku,
Menjelmalah laksana rumah berjalan untukku,
Dan kusematkan setangkai cinta untukmu…
Saudariku, jadikanlah jilbab seperti bagian dari dirimu, yang jika tanpanya, engkau merasa tidak sempurna. Jadikanlah dia penutup auratmu yang lebih baik dari sekedar pakaianmu. Jadikanlah dia sebagai lambang rasa malumu yang akan memancarkan wibawamu. Jadikanlah dia sebagai simbol kehormatan dan kesucianmu yang harus engkau jaga sebaik-baiknya. Maka dengan begitu, engkau akan mencintainya tanpa engkau sadari bahwa engkau telah mencintainya.
Yang Cantik yang Berjilbab
Tak ada ajaran yang lebih memuliakan wanita daripada Islam. Dalam Islam, wanita ditempatkan sebagai makhluk yang sangat mulia. Dan Islam sangat menjaga kehormatan juga kesucian seorang wanita. Namun, di belantara fitnah saat ini, wanita yang berkomitmen untuk menjaga kesucian dirinya karena masih menjadi kaum minoritas, seringkali mendapat cemoohan, sindiran, dan cibiran dari kaum mayoritas yang awam. Bahkan, ada yang menyebut dirinya sebagai kaum feminis yang –dengan tidak disadari oleh akal sehatnya– telah menjerumuskan kaum wanita kepada lembah kehinaan yang bersampul keadilan. Wal’iyyadzubillah.
Mereka berteriak-teriak di jalanan, di media-media massa dan elektronik mengenai kesetaraan gender, keadilan terhadap hak asasi manusia, dan harkat serta martabat kaum wanita. Mereka menginginkan para wanita mereka berpakaian seronok supaya diterima oleh masyarakat –yang rusak akalnya–, mereka mencoba mengafiliasi budaya barat dengan budaya timur agar mereka dinobatkan sebagai wanita modern, wanita masa kini, wanita fashionable. Ketahuilah olehmu wahai saudariku, mereka inilah setan berwujud manusia yang pernah disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, artinya,
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia…” (Qs. Al-An’aam: 112)
Allah Ta’ala memaksudkan perkataan yang indah dalam ayat di atas adalah perkataan yang sebenarnya bathil, tetapi pemiliknya menghiasi perkataan tersebut semampunya, kemudian melontarkannya kepada pendengaran orang-orang yang tertipu, sehingga akhirnya mereka terpedaya. (Terj. Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ hal. 225)
Wanita shalihah yang kecantikannya ibarat mutiara yang terbenam dalam lumpur, masih menjadi kaum minor di kalangan masyarakat yang sudah mulai terpengaruh dengan eksistensi kaum liberal, permisif dan hedonis masa kini. Merekalah para wanita perindu Surga yang selalu nyaman tinggal di istananya. Merekalah para bidadari yang bersembunyi di balik tabir, kain longgar, dan lebarnya kerudung. Ketika orang mendatanginya, ia begitu khawatir jika keindahannya terlihat, dan dia tidak mungkin menjumpai tamunya dalam busana ala kadarnya yang bisa menampakkan ‘simpanan berharga’nya. Mereka masih dan akan selalu menjadi misteri bagi para lelaki asing di luar sana. Tetapi mereka berubah bagai bidadari jika bertemu dengan kekasih hati yang telah menjadi suaminya.
Tahukah engkau siapa kekasih hati sang bidadari..?
Hanyalah lelaki shalih yang berani mendamba dirinya dan hanya lelaki shalih yang memiliki nyali mempersuntingnya sekaligus meminangnya menjadi belahan hati. Sedangkan lelaki hidung belang, miskin agama, dan kurang bermoral hanya akan mendekati ‘daging-daging’ yang dijual bebas di pasaran. Para wanita yang menjajakan dirinya di pinggir-pinggir jalan, di mal-mal, di tempat-tempat dugem, dan yang sejenisnya. Sekalipun mereka tidak merasa atau tidak berniat ‘menjual diri’ mereka, akan tetapi pada hakikatnya –jika mereka mau menyadari–, merekalah ‘mangsa’ empuk para serigala manusia yang kelaparan. Maka saudariku, manakah yang lebih engkau sukai, si cantik yang diobral murah? Ataukah si shalihah yang penuh rahasia?
Fenomena Jilbab Gaul, Berpakaian Tapi Telanjang
Belakangan ini, merebak trend jilbab gaul atau kudung gaul. Anggotanya mulai dari anak-anak remaja hingga ibu-ibu yang aktif dalam berbagai kegiatan pengajian. Kalau mereka ditanya, “Jilbab apa ini namanya?” Mereka akan menjawab dengan dengan pede-nya,“Jilbab gaul..!”
Jilbab gaul ini digandrungi karena alasan modisnya. Peminatnya adalah para wanita yang sudah terlanjur berjilbab tapi tetap ingin tampil modis dan trendi. Mereka ingin celana jeans, kaos-kaos ketat dan pakaian-pakaian minim mereka masih bisa terpakai, meskipun mereka sudah berjilbab. Walhasil, para desainer kawakan yang minim akan ilmu agama, mencoba mengotak-atik ketentuan jilbab syar’i dan mewarnainya sesuka hati dengan berkiblat kepada trend mode di wilayah barat. Mereka tidak segan-segan membawakan semboyan, “Jilbab modis dan syar’i” atau “Jilbab muslimah masa kini, modis dan trendi” atau semboyan-semboyan lain yang membuat kacau pikiran dan hati para gadis remaja.
Sekarang, mari kita simak peringatan yang pernah disampaikan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu (1, -ed) suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor-ekor sapi betina yang mereka pakai untuk mencambuk manusia; (2,-ed) wanita-wanita yang berpakaian (namun) telanjang, yang kalau berjalan berlenggak-lenggok menggoyang-goyangkan kepalanya lagi durhaka (tidak ta’at), kepalanya seperti punuk-punuk unta yang meliuk-liuk. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau wanginya, padahal bau wanginya itu sudah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2128) dan Ahmad (no. 8673). dari jalan Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Siapakah itu wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang?
Mereka adalah para wanita yang pakaiannya tipis, transparan dan ketat, sehingga kemolekan tubuhnya terlihat. Mereka berpakaian secara zhahir (nyata), namun sebenarnya mereka bertelanjang. Karena tidak ada bedanya ketika mereka berpakaian maupun ketika mereka tidak berpakaian, sebab pakaian yang mereka kenakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yakni menutupi aurat. Dan mereka adalah wanita-wanita yang menyimpang dari keta’atan kepada Allah dalam hal menjaga kemaluan serta menutupi diri mereka dari para lelaki yang bukan mahramnya. (Terj. Al-Jannatu Na’iimuhaa wat Thariiqu Ilaiha Jahannamu Ahwaaluhaa wa Ahluhaa hal. 101-103)
Nah saudariku…
Tentu engkau tidak ingin menjadi salah satu wanita yang disebutkan dalam hadits di atas bukan? Tentu engkau ingin menjadi wanita penghuni Surga yang jumlahnya hanya sedikit itu bukan? Jadi jangan sampai kehabisan tempat. Persiapkanlah tempatmu di Surga nanti mulai dari sekarang!
Akhirnya…
Apabila Allah telah mengadakan suatu ketentuan, maka sudah pasti dalam ketentuan itu terkandung kebaikan yang amat besar. Maka dengan meragukan ketentuan dan perintah-Nya, engkau telah melewatkan banyak kebaikan yang seharusnya engkau dapatkan. Coba engkau simak firman Allah yang berbunyi,
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 36)
Saudariku…
Alasan apapun yang masih tersimpan dihatimu untuk tidak melaksanakan perintah berjilbab ini, janganlah engkau dengarkan dan engkau turuti. Semua itu hanyalah was-was setan yang dihembuskannya ke dalam hati-hati manusia, termasuk ke dalam hatimu. Bersegeralah menuju jalan ketakwaan, karena dengan begitu engkau akan melihat sosok lain yang jauh lebih baik dari dirimu pada hari ini. Engkau akan dengan segera mendapati rentetan kasih sayang Allah yang tidak pernah engkau sangka-sangka sebelumnya. Jadi, apa lagi yang kau tunggu? Bentangkanlah jilbabmu dan tutupilah cantikmu. Belajarlah menghargai dirimu sendiri dengan menjaga jilbabmu, maka dengan begitu orang lain pun akan ikut menghargai dirimu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, yang artinya,
“Barang siapa di antara kalian mampu membuat perlindungan diri dari api Neraka meskipun hanya dengan sebiji kurma, maka lakukanlah.” (Hadits shahih. Lihat Shahih Al-Jaami’ (no. 6017). Dari jalan ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu)
Demikianlah saudariku…
Saya susun risalah ini sebagai bentuk kasih sayang terhadapmu sembari terus berdo’a semoga Allah membuka hatimu untuk menerima ‘kado istimewa’ ini dengan ikhlas. Bukan karena apa maupun karena siapa, tapi karena semata-mata engkau mengharapkan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla terhadap dirimu. Semoga risalah yang hanya mengharap Wajah Allah ini dapat mengetuk pintu yang tertutup dan membangunkan nurani yang lama tertidur lelap, sehingga membangkitkan semangat untuk bersegera menuju ketaatan kepada Allah. Semoga Allah memasukkan dirimu, diriku, dan seluruh kaum muslimin yang berpegang teguh dalam tali agama Allah ke dalam golongan orang-orang yang ditunjuki jalan yang lurus.
Wallahul musta’an.
Penulis: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Murojaah: Ust. Aris Munandar hafidzahullah
Maraji’ :
Ad’Daa wa Ad-Dawaa’ (Edisi Terjemah), Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali Hasan Al-Halabi, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Ensiklopedi Fiqh Wanita (Terj. Fiqhus Sunnah lin Nisaa’), Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir.
Jilbab, Tiada Lagi Alasan Untuk Tidak Mengenakannya (Terj. Banaatunaa wal Hijab), Dr. Amaani Zakariya ar-Ramaadi, cet. Pustaka At-Tibyan.
Jilbab Wanita Muslimah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (Terj. Jilbab Al-Mar’atul Muslimah), Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Pustaka At-Tibyan.
Kudung Gaul, Abu Al-Ghifari, cet. Mujahid Press.
Menjadi Bidadari Cantik Ala Islam, Ummu Ahmad Rifqi, cet. Pustaka Imam Abu Hanifah.
Penyimpangan Kaum Wanita (Terj. Mukhalafat Taqa’u fiihaa an-Nisaa‘), Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, cet. Pustaka Darul Haq.
Saudariku, Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab? (Terj. Ila Ukhti Ghairil Muhajjabah Mal Mani’ Minal Hijab?), Syaikh Abdul Hamid al-Bilaly, cet. Pustaka Darul Haq.
Surga Neraka dan Calon Penghuninya Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (Terj. Al-Jannatu Na’iimuhaa wat Thariiqu Ilaiha Jahannamu Ahwaaluhaa wa Ahluhaa), Syaikh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i.
***

Wahai Para Akhwath , Apa Lagi yang Menghalangimu untuk Berjilbab?

Posted by : Unknown
Date :
With 0komentar

Jilbabku Penutup Auratku

|
Baca selengkapnya »

Penyusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar
Assalamualaikum. wr. wb.

Jilbab merupakan bagian dari syari’at yang penting untuk dilaksanakan oleh seorang muslimah. Ia bukanlah sekedar identitas atau menjadi hiasan semata dan juga bukan penghalang bagi seorang muslimah untuk menjalankan aktivitas kehidupannya. Menggunakan jilbab yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah wajib dilakukan oleh setiap muslimah, sama seperti ibadah-ibadah lainnya seperti sholat, puasa yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia bukanlah kewajiban terpisah dikarenakan kondisi daerah seperti dikatakan sebagian orang (karena Arab itu berdebu, panas dan sebagainya). Ia juga bukan kewajiban untuk kalangan tertentu (yang sudah naik haji atau anak pesantren).
Benar saudariku… memakai jilbab adalah kewajiban kita sebagai seorang muslimah. Dan dalam pemakaiannya kita juga harus memperhatikan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya, terdapat beberapa persyaratan dalam penggunanan jilbab yang sesuai syari’at. Semoga Allah memudahkan penulis memperjelas poin-poin yang ada dalam artikel sebelumnya.
DEFINISI JILBAB
Secara bahasa, dalam kamus al Mu’jam al Wasith 1/128, disebutkan bahwa jilbab memiliki beberapa makna, yaitu:
  1. Qomish (sejenis jubah).
  2. Kain yang menutupi seluruh badan.
  3. Khimar (kerudung).
  4. Pakaian atasan seperti milhafah (selimut).
  5. Semisal selimut (baca: kerudung) yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya.
Adapun secara istilah, berikut ini perkataan para ulama’ tentang hal ini.
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.” Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain penutup).” (Syaikh Al Bani dalam Jilbab Muslimah).
Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala, wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar (kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz, 746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un (sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung, anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).
Dalam artikel sebelumnya, terdapat pertanyaan apa beda antara jilbab dengan hijab. Syaikh Al Bani rahimahullah mengatakan, “Setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak.” Sehingga memang terkadang kata hijab dimaksudkan untuk makna jilbab. Adapun makna lain dari hijab adalah sesuatu yang menutupi atau meghalangi dirinya, baik berupa tembok, sket ataupun yang lainnya. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat al-Ahzab ayat 53,“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali bila kamu diberi izin… dan apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepda mereka (para istri Nabi), maka mintalah dari balik hijab…”
SYARAT-SYARAT PAKAIAN MUSLIMAH
1. Menutup Seluruh Badan Kecuali Yang Dikecualikan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا…
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (QS. An Nuur: 31)
Tentang ayat dalam surat An Nuur yang artinya “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”, maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama sehingga membawa konsekuensi yang berbeda tentang hukum penggunaan cadar bagi seorang muslimah. Untuk penjelasan rinci, silakan melihat pada artikel yang sangat bagus tentang masalah ini pada artikel Hukum Cadar di www.muslim.or.id.
Dari syarat pertama ini, maka jelaslah bagi seorang muslimah untuk menutup seluruh badan kecuali yang dikecualikan oleh syari’at. Maka, sangat menyedihkan ketika seseorang memaksudkan dirinya memakai jilbab, tapi dapat kita lihat rambut yang keluar baik dari bagian depan ataupun belakang, lengan tangan yang terlihat sampai sehasta, atau leher dan telinganya terlihat jelas sehingga menampakkan perhiasan yang seharusnya ditutupi.
Catatan penting dalam poin ini adalah penggunaan khimar yang merupakan bagian dari syari’at penggunaan jilbab sebagaimana terdapat dalam ayat selanjutnya dalam surat An Nuur ayat 31,
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke dadanya.”
Khumur merupakan jamak dari kata khimar yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menutupi bagian kepala. Sayangnya, pemakaian khimar ini sering dilalaikan oleh muslimah sehingga seseorang mencukupkan memakai jilbab saja atau hanya khimar saja. Padahal masing-masing wajib dikenakan, sebagaimana terdapat dalam hadits dari Sa’id bin Jubair mengenai ayat dalam surat Al Ahzab di atas, ia berkata, “Yakni agar mereka melabuhkan jilbabnya. Sedangkan yang namanya jilbab adalah qina’ (kudung) di atas khimar. Seorang muslimah tidak halal untuk terlihat oleh laki-laki asing kecuali dia harus mengenakan qina’ di atas khimarnya yang dapat menutupi bagian kepala dan lehernya.” Hal ini juga terdapat dalam atsar dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata,
لابد للمرأة من ثلاثة أثواب تصلي فيهن: درع و جلباب و خمار
“Seorang wanita dalam mengerjakan shalat harus mengenakan tiga pakaian: baju, jilbab dan khimar.” (HR. Ibnu Sa’ad, isnadnya shahih berdasarkan syarat Muslim)
Namun terdapat keringanan bagi wanita yang telah menopause yang tidak ingin kawin sehingga mereka diperbolehkan untuk melepaskan jilbabnya, sebagaimana terdapat dalam surat An Nuur ayat 60:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.”
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “pakaian” pada ayat di atas adalah “jilbab” dan hal serupa juga dikatakan oleh Ibnu Mas’ud. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al Baihaqi). Dapat pula diketahui di sini, bahwa pemakaian khimar yang dikenakan sebelum jilbab adalah menutupi dada. Lalu bagaimana bisa seseorang dikatakan memakai jilbab jika hanya sampai sebatas leher? Semoga ini menjadi renungan bagi saudariku sekalian.
Berikut ini contoh tampilan khimar dan jilbab. Khimar dikenakan menutupi dada. Setelah itu baru dikenakan jilbab di atasnya. (warna, bentuk dan panjang pakaian dalam gambar hanyalah sebagai contoh).
Khimar
Jilbab
Catatan penting lainnya dari poin ini adalah terdapat anggapan bahwa pakaian wanita yang sesuai syari’at adalah yang berupa jubah terusan (longdress), sehingga ada sebagian muslimah yang memaksakan diri untuk menyambung-nyambung baju dan rok agar dikatakan memakai pakaian longdress. Lajnah Daimah pernah ditanya tentang hal ini, yaitu apakah jilbab harus “terusan” atau “potongan” (ada pakaian atasan dan rok bawahan). Maka jawaban Lajnah Daimah, “Hijab (baca: jilbab) baik terusan ataukah potongan, keduanya tidak mengapa (baca: boleh) asalkan bisa menutupi sebagaimana yang diperintahkan dan disyari’atkan.” Fatwa ini ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdullah bin Ghadayan sebagai anggota (Fatawa Lajnah Daimah 17/293, no fatwa: 7791, Maktabah Syamilah). Dengan demikian, jelaslah tentang tidak benarnya anggapan sebagian muslimah yang mempersyaratkan jubah terusan (longdress) bagi pakaian muslimah. Camkanlah ini wahai saudariku!
2. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan
Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat An Nuur ayat 31, “…Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya…” Ketika jilbab dan pakaian wanita dikenakan agar aurat dan perhiasan mereka tidak nampak, maka tidak tepat ketika menjadikan pakaian atau jilbab itu sebagai perhiasan karena tujuan awal untuk menutupi perhiasan menjadi hilang. Banyak kesalahan yang timbul karena poin ini terlewatkan, sehingga seseorang merasa sah-sah saja menggunakan jilbab dan pakaian indah dengan warna-warni yang lembut dengan motif bunga yang cantik, dihiasi dengan benang-benang emas dan perak atau meletakkan berbagai pernak-pernik perhiasan pada jilbab mereka.
Namun, terdapat kesalahpahaman juga bahwa jika seseorang tidak mengenakan jilbab berwarna hitam maka berarti jilbabnya berfungsi sebagai perhiasan. Hal ini berdasarkan beberapa atsar tentang perbuatan para sahabat wanita di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengenakan pakaian yang berwarna selain hitam. Salah satunya adalah atsar dari Ibrahim An Nakhai,
أنه كان يدخل مع علقمة و الأسود على أزواج النبي صلى الله عليه و سلم و يرا هن في اللحف الحمر
“Bahwa ia bersama Alqomah dan Al Aswad pernah mengunjungi para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia melihat mereka mengenakan mantel-mantel berwarna merah.”(HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al Mushannaf)
Catatan: Masalah warna ini berlaku bagi wanita. Adapun bagi pria, terdapat hadits yang menerangkan pelarangan penggunaan pakaian berwarna merah.
Dengan demikian, tolak ukur “Pakaian perhiasan ataukah bukan adalah berdasarkan ‘urf (kebiasaan).” (keterangan dari Syaikh Ali Al Halabi). Sehingga suatu warna atau motif menarik perhatian pada suatu masyarakat maka itu terlarang dan hal ini boleh jadi tidak berlaku pada masyarakat lain.
3. Kainnya Harus Tebal, Tidak Tipis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dua kelompok yang termasuk ahli neraka dan beliau belum pernah melihatnya,
وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang, baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup auratnya), mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala mereka seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421 – lihat majalah Al Furqon Gresik)
Ambil dan camkanlah hadits ini wahai saudariku, karena ancamannya demikian keras sehingga para ulama memasukkannya dalam dosa-dosa besar. Betapa banyak wanita muslimah yang seakan-akan menutupi badannya, namun pada hakekatnya telanjang. Maka dalam pemilihan bahan pakaian yang akan kita kenakan juga harus diperhatikan karena sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr, “Bahan yang tipis dapat menggambarkan bentuk tubuh dan tidak dapat menyembunyikannya.” Syaikh Al Bani juga menegaskan, “Yang tipis (transparan) itu lebih parah dari yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal).” Bahkan kita ketahui, bahan yang tipis terkadang lebih mudah dalam mengikuti lekuk tubuh sehingga sekalipun tidak transparan, bentuk tubuh seorang wanita menjadi mudah terlihat.
4. Harus Longgar, Tidak Ketat
Selain kain yang tebal dan tidak tipis, maka pakaian tersebut haruslah longgar, tidak ketat, sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh wanita muslimah. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits dari Usamah bin Zaid ketika ia diberikan baju Qubthiyah yang tebal oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia memberikan baju tersebut kepada istrinya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya, beliau bersabda,
مرْها فلتجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظمها
“Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalam di balik Qubthiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tubuh.” (HR. Ad Dhiya’ Al Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)
Maka tidak tepat jika seseorang mencukupkan dengan memakai rok, namun ternyata tetap memperlihatkan pinggul, kaki atau betisnya. Maka jika pakaian tersebut telah cukup tebal dan longgar namun tetap memperlihatkan bentuk tubuh, maka dianjurkan bagi seorang muslimah untuk memakai lapisan dalam. Namun janganlah mencukupkan dengan kaos kaki panjang, karena ini tidak cukup untuk menutupi bentuk tubuh (terutama untuk para saudariku yang sering tersingkap roknya ketika menaiki motor sehingga terlihatlah bentuk betisnya). Poin ini juga menjadi jawaban bagi seseorang yang membolehkan penggunaan celana dengan alasan longgar dan pinggulnya ditutupi oleh baju yang panjang. Celana boleh digunakan untuk menjadi lapisan namun bukan inti dari pakaian yang kita kenakan. Karena bentuk tubuh tetap terlihat dan hal itu menyerupai pakaian kaum laki-laki. (lihat poin 6). Jika ada yang beralasan, celana supaya fleksibel. Maka, tidakkah ia ketahui bahwa rok bahkan lebih fleksibel lagi jika memang sesuai persyaratan (jangan dibayangkan rok yang ketat/span). Kalaupun rok tidak fleksibel (walaupun pada asalnya fleksibel) apakah kita menganggap logika kita (yang mengatakan celana lebih fleksibel) lebih benar daripada syari’at yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Renungkanlah wahai saudariku!
5. Tidak Diberi Wewangian atau Parfum
Perhatikanlah salah satu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan tentang wanita-wanita yang memakai wewangian ketika keluar rumah,
ايّما امرأةٍ استعطرتْ فمَرّتْ على قوم ليَجِدُوا رِيْحِها، فهيا زانِيةٌٍ
“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR. Tirmidzi)
أيما امرأة أصابت بخورا فلا تشهد معنا العشاء الاخرة
“Siapapun perempuan yang memakai bakhur, maka janganlah ia menyertai kami dalam menunaikan shalat isya’.” (HR. Muslim)
Syaikh Al Bani berkata, “Wewangian itu selain ada yang digunakan pada badan, ada pula yang digunakan pada pakaian.” Syaikh juga mengingatkan tentang penggunaan bakhur (wewangian yang dihasilkan dari pengasapan) yang ini lebih banyak digunakan untuk pakaian bahkan lebih khusus untuk pakaian. Maka hendaknya kita lebih berhati-hati lagi dalam menggunakan segala jenis bahan yang dapat menimbulkan wewangian pada pakaian yang kita kenakan keluar, semisal produk-produk pelicin pakaian yang disemprotkan untuk menghaluskan dan mewangikan pakaian (bahkan pada kenyataannya, bau wangi produk-produk tersebut sangat menyengat dan mudah tercium ketika terbawa angin). Lain halnya dengan produk yang memang secara tidak langsung dan tidak bisa dihindari membuat pakaian menjadi wangi semisal deterjen yang digunakan ketika mencuci.
6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Terdapat hadits-hadits yang menunjukkan larangan seorang wanita menyerupai laki-laki atau sebaliknya (tidak terbatas pada pakaian saja). Salah satu hadits yang melarang penyerupaan dalam masalah pakaian adalah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata
لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الرجل يلبس لبسة المرأة و المرأة تلبس لبسة الرجل
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Kesamaan dalam perkara lahir mengakibatkan kesamaan dan keserupaan dalam akhlak dan perbuatan.” Dengan menyerupai pakaian laki-laki, maka seorang wanita akan terpengaruh dengan perangai laki-laki dimana ia akan menampakkan badannya dan menghilangkan rasa malu yang disyari’atkan bagi wanita. Bahkan yang berdampak parah jika sampai membawa kepada maksiat lain, yaitu terbawa sifat kelaki-lakian, sehingga pada akhirnya menyukai sesama wanita. Wal’iyyadzubillah.
Terdapat dua landasan yang dapat digunakan sebagai acuan bagi kita untuk menghindari penggunaan pakaian yang menyerupai laki-laki.
  1. Pakaian tersebut membedakan antara pria dan wanita.
  2. Tertutupnya kaum wanita.
Sehingga dalam penggunaan pakaian yang sesuai syari’at ketika menghadapi yang bukan mahromnya adalah tidak sekedar yang membedakan antara pria dan wanita namun tidak tertutup atau sekedar tertutup tapi tidak membedakan dengan pakaian pria. Keduanya saling berkaitan. Lebih jelas lagi adalah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Kawakib yang dikutip oleh syaikh Al Bani, yang penulis ringkas menjadi poin-poin sebagai berikut untuk memudahkan pemahaman,
  1. Prinsipnya bukan semata-mata apa yang dipilih, disukai dan biasa dipakai kaum pria dan kaum wanita.
  2. Juga bukan pakaian tertentu yang dinyatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang dikenakan oleh kaum pria dan wanita di masa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Jenis pakaian yang digunakan sebagai penutup juga tidak ditentukan (sehingga jika seseorang memakai celana panjang dan kaos kemudian menutup pakaian dan jilbab di atasnya yang sesuai perintah syari’at sehingga bentuk tubuhnya tidak tampak, maka yang seperti ini tidak mengapa -pen)
Kesimpulannya, yang membedakan antara jenis pakaian pria dan wanita kembali kepada apa yang sesuai dengan apa yang diperintahkan bagi pria dan apa yang diperintahkan bagi kaum wanita. Namun yang perlu diingat, pelarangan ini adalah dalam hal-hal yang tidak sesuai fitrahnya. Syaikh Muhammad bin Abu Jumrah rahimahullah sebagaimana dikutip oleh Syaikh Al Bani mengatakan, “Yang dilarang adalah masalah pakaian, gerak-gerik dan lainnya, bukan penyerupaan dalam perkara kebaikan.”
7. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir
Banyak dari poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya menjadi terasa berat untuk dilaksanakan oleh seorang wanita karena telah terpengaruh dengan pakaian wanita-wanita kafir. Betapa kita ketahui, mereka (orang kafir) suka menampakkan bentuk dan lekuk tubuh, memakai pakaian yang transparan, tidak peduli dengan penyerupaan pakaian wanita dengan pria. Bahkan terkadang mereka mendesain pakaian untuk wanita maskulin! Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan dan meminta pertolongan untuk dijauhkan dari kecintaan kepada orang-orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), danjanganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadid [57]: 16)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Firman Allah, ‘Janganlah mereka seperti…’ merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka….” (Al Iqtidha, dikutip oleh Syaikh Al Bani)
8. Bukan Pakaian Untuk Mencari Popularitas
“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api naar.”
Adapun libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas) adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seseorang untuk menampakkan kezuhudan dan dengan tujuan riya. (Jilbab Muslimah)
Namun bukan berarti di sini seseorang tidak boleh memakai pakaian yang baik, atau bernilai mahal. Karena pengharaman di sini sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy Syaukani adalah berkaitan dengan keinginan meraih popularitas. Jadi, yang dipakai sebagai patokan adalah tujuan memakainya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala suka jika hambanya menampakkan kenikmatan yang telah Allah berikan padanya. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
“Sesungguhnya Allah menyukai jika melihat bekas kenikmatan yang diberikan oleh-Nya ada pada seorang hamba.” (HR. Tirmidzi)
PENUTUP
Demikian sedikit penjelasan tentang pengertian jilbab dan penjelasan dari poin-poin tentang persyaratan jilbab muslimah yang sesuai syari’at. Saudariku… janganlah kita terpedaya dengan segala aktifitas dan perkataan orang yang menjadikan seseorang cenderung merasa tidak mungkin untuk menggunakan jilbab yang sesuai syari’at. Ingatlah, bahwa sesungguhnya tidak ada teman di hari akhir yang mau menanggung dosa yang kita lakukan. Hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan ketika menjalankan segala ibadah yang telah disyari’atkan. 
 Wallahu a’lam.
Maraji’:
  1. Majalah Al Furqon, edisi 12 tahun III
  2. Jilbab Muslimah. Syaikh Al Bani. Pustaka At Tibyan
  3. Maktabah Syamilah
***

Jilbabku Penutup Auratku

Posted by : Unknown
Date :
With 0komentar
Next Prev
▲Top▲