ISAAC Newton diyakini banyak orang sebagai
fisikawan terhebat sepanjang masa. Setidaknya, dilihat sebagai Bapak
Fisika Cahaya Modern, atau itulah yang dikatakan buku-buku pelajaran di
sekolah.
Buku tersebut membahas berbagai
percobaan Isaac dengan lensa dan prisma yang terkenal, studi tentang
cahaya alami dan refleksi, serta refraksi cahaya dan pemisahan cahaya
dalam pelangi. Namun, menurut Profesor Jim Al-Khalili dari Universitas
Surrey, kenyataannya itu adalah hal yang abu-abu.
"Saya
merasa perlu menegaskan, khususnya dalam fisika optik bahwa Newton
sendiri mengikuti jejak ilmuwan hebat lain yang hidup 700 tahun
sebelumnya," ucapnya.
Jelas, dia menyebutkan,
fisikawan akbar lain yang patut disetarakan dengan Newton adalah ilmuwan
yang lahir pada 965 Masehi di daerah yang sekarang dikenal sebagai
negara Irak.
"Dia dikenal dengan nama al-Hassan
Ibnu al-Haitsam," sebutnya seraya menambahkan, kebanyakan orang di
Barat mungkin belum pernah mendengar namanya.
Sebagai seorang fisikawan, Jim menyadari betul betapa besar kontribusi pria ini dalam bidang yang digelutinya.
Dalam
buku-buku populer tentang sejarah ilmu alam, biasanya disebut bahwa
tidak ada kemajuan penting yang dicapai antara peradaban Yunani kuno dan
masa Renaisans di Eropa. Jim mengatakan karena Eropa Barat terjerumus
ke dalam Masa Kegelapan, bukan berarti kemajuan tidak terjadi di belahan
dunia lainnya. Kenyataannya, dia mengatakan, antara abad ke-9 dan ke-13
menandai Masa Keemasan dalam ilmu pengetahuan Arab.
"Berbagai
terobosan terjadi di bidang matematika, astronomi, kedokteran, fisika,
kimia, dan filsafat. Dibandingkan banyak pemikir jenius yang hidup pada
masa itu, prestasi Ibnu al-Haitsam adalah yang paling hebat. Dia dilihat
sebagai Bapak Metode Ilmiah Modern," ucapnya.
Seperti
yang biasa dijelaskan, Jim menuturkan, ini adalah pendekatan dalam
menyelidiki sebuah fenomena ilmu alam, untuk memahami ilmu pengetahuan
baru, atau untuk memperbaiki dan menggabungkan ilmu lama berdasarkan
pengumpulan data melalui pemantauan dan pengukuran.
Proses
ini diikuti tahap formulasi dan pengujian hipotesa guna menjelaskan
data yang didapat. Inilah cara ilmu alam ditangani sekarang. Karena itu
Jim percaya kemajuan yang dicapai dalam ilmu pengetahuan modern. Namun,
metode ilmiah modern ini sering kali dikatakan baru ditemukan pada awal
abad ke-17 oleh Francis Bacon dan Rene Descartes.
"Tetapi
saya yakin, Ibnu al-Haitsam sudah jauh mendului mereka. Penekanannya
pada data eksperimental dan kemampuan untuk memproduksi kembali
hasilnya, membuat Ibnu al-Haitsam sering disebut sebagai 'ilmuwan'
sesungguhnya yang pertama di dunia," sebutnya.
Memahami Cahaya
Profesor
Jim Al-Khalili juga mengungkapkan bahwa ilmuwan pertama yang memberi
penuturan yang tepat tentang bagaimana kita melihat sebuah objek adalah
al-Hassan Ibnu al-Haitsam.
Jim menyebutkan,
al-Hassan Ibnu al-Haitsam membuktikan dengan melakukan percobaan,
misalnya teori emisi yang menyatakan cahaya dari mata kita menyinari
objek yang kita lihat. Teori ini diyakini para pemikir terkenal seperti
Plato, Euclid, dan Ptolemy adalah teori yang keliru.
"Ibnu
al-Haitsam menginformasikan bahwa kita bisa melihat karena cahaya masuk
ke mata kita, satu gagasan yang dipercaya sampai saat ini," ucapnya.
Ibnu
al-Haitsam juga merupakan ilmuwan pertama yang menggunakan matematika
untuk menggambarkan dan membuktikan proses ini. Jadi, Jim menyimpulkan,
dia bisa juga dianggap sebagai fisikawan teori pertama. Ibnu al-Haitsam
mungkin paling dikenal dengan penemuan kamera lubang jarum yang
dioperasikan tanpa lensa.
Seharusnya, dia
mengatakan, Ibnu al-Haitsam diakui sebagai penemu hukum refraksi. Dia
juga orang pertama yang melakukan percobaan tentang pembagian cahaya
menjadi beberapa warna dan meneliti bayangan, pelangi, dan gerhana.
"Dengan
memantau sinar matahari masuk ke bumi dari atmosfer, dia dapat
memperkirakan tinggi atmosfer yang menurutnya sekitar 100 kilometer,"
katanya bersemangat.
Peneliti Canggih
Sama
halnya dengan banyak ilmuwan modern, Ibnu al-Haitsam sangat bergantung
pada waktu dan membutuhkan kesunyian untuk menulis banyak teorinya,
termasuk penelitian penting tentang lensa.
Menurut
Jim, Ibnu al-Haitsam pernah diminta kalifah di Kairo untuk
menyelesaikan masalah pengaturan banjir Sungai Nil. Sewaktu masih di
Basrah, Ibnu al-Haitsam mengklaim bahwa banjir tahunan di Sungai Nil
bisa diatur dengan jaringan kanal sehingga air dapat tersimpan sampai
masa kemarau. Namun begitu, tiba di Kairo, dia menyadari bahwa rencana
itu tidak praktis dari segi teknis.
Gerakan Planet
Setelah
kembali ke Irak, Jim menuturkan, dia menyusun 100 penelitian lainnya
dalam berbagai topik di bidang fisika dan matematika. Seorang pakar di
Iskandariyah menyebutkan, Ibnu al-Haitsam mengembangkan apa yang disebut
sebagai mekanisme benda angkasa.
Mekanisme ini
menjelaskan orbit planet yang kemudian mengilhami penelitian astronomi
Eropa seperti Copernicus, Galileo, Kepler, dan Newton.
"Adalah
hal yang menakjubkan bahwa kita baru sekarang menyadari betapa besar
utang para fisikawan modern kepada seorang ilmuwan Arab yang hidup 1.000
tahun lalu," tulisnya.
0 komentar:
Posting Komentar